Tidak Ada Albert Camus Di Sini: Semacam Refleksi Akhir Tahun

December 24, 2021



Aku bangun pagi setelah sekian lama. Mungkin bukan sesuatu yang luar biasa. Tapi sedikit selebrasi agaknya layak untuk kerja keras ini. Mencemari blog pribadi bisa jadi salah satu opsi – aku juga sudah lama tidak melakukannya. Jika tulisan ini rampung, maka aku harus menyediakan satu lagi hadiah untuk diri sendiri.

***


Sebenarnya aku punya rencana lain untuk melewati hari ini: beli makanan cukup, main Football Manager lalu mengurung diri seharian di kamar. Tapi pagi yang mendung dan playlist lagu-lagu sendu dari Linkin Park, menghadirkan rangkaian kata-kata di kepala yang seakan bilang, “nulis aja, entah apa dan gimana jadinya!”


Ok, untuk sementara, aku berhenti memainkan simulasi gim manajer virtual ini.


***


Besok natal. Kalender sudah tiba di angka-angka tua. Banyak orang di kota ini sedang mempersiapkan diri untuk merayakannya. Kue-kue tertata rapi di stoples, gorden baru dipasang untuk menutup jendela atau pintu kamar (ini entah apa gunanya), beli baju baru, kumpul di rumah orang tua, mencukupkan petasan dan kembang api untuk membakar malam, hingga ritual membenahi hal-hal personal. Katakanlah, selebrasi natal jadi semacam momen untuk mendekorasi ruang material maupun spiritual.


Aku tidak lagi melakukannya. Aku juga belum punya rencana hingga tahun baru. Barangkali karena rencana memang bukan kata yang bersahabat di tahun ini. Entah berapa banyak rencana yang mampus duluan bahkan sebelum sempat melihat bentuknya.


2021 seakan jadi ruang bermain yang tidak menyenangkan. Tidak seperti Squid Game, yang menghukum pemain dengan kematian. 2021 lebih kejam lagi. Ia berulang kali memberiku kesempatan untuk kalah. Begitu aku hendak menyerah, dia mengulurkan tangan, membantuku bangkit lalu menuntun seperti seorang sahabat. Coba perhatikan, bahkan rencana menyerah tidak berlaku di tahun ini. Aku hanya melewati pintu lain, permainan lain, yang akan kembali menjebakku – begitu seterusnya.


Aku jadi teringat mitos pembangkangan Sisifus yang berbuah kutukan mendorong batu tanpa pernah sampai ke puncak. Albert Camus bilang, absurditas itu adalah buah – sekaligus – tindakan mengejek dewa. Lalu menutup esainya dengan kesimpulan, “Sisifus bahagia”. Kalau saja hari ini dia atau para pemujanya muncul di kamarku untuk memberi motivasi, bahwa absurditas membawa kebahagiaan dalam hidup, aku benar-benar akan meludahi wajah mereka. Apakah mereka tidak membayangkan betapa mekanisnya Sisifus ketika pembangkangannya hanya berujung pada kutukan repetitif?


Aku tahu, tidak pernah ada kedukaan mutlak dalam hidup. Tapi terjebak dalam ruang dan kegagalan yang sama adalah keadaan yang sungguh menyebalkan – sudah cukup keledai dan Kerispatih yang jatuh di lubang yang sama. Begitupun halnya memadankan absurditas hidup dengan kebahagiaan adalah contoh kegagalan berpikir. Aku kira dalam hal ini, absurditas Albert Camus akan tersungkur di panggung Stand-Up Comedy.


Coba bandingkan dengan kutipan Tokyo – karakter paling memukau dalam serial Money Heist. Sebelum memutuskan mati dengan cara yang juga memukau, dia sempat mengatakan “Kau harus jalani banyak kehidupan”, lalu menarik granat dari tubuhnya, yang kemudian membunuh beberapa tentara dan pasukan bayaran. Ini juga jadi salah satu kutipan favoritku dari keseluruhan serial. Dia seakan mengatakan bahwa kegagalan yang kualami sepanjang tahun ini hanya terjadi pada satu bagian hidup. Seandainya Tokyo pernah dengar lagu “Panggung Sandiwara”, maka kutipannya bisa lebih panjang lagi, “Kalau dunia adalah panggung sandiwara, maka kamu punya banyak panggung dan peran untuk dimainkan. Cobalah sebanyak-banyaknya!”


Lihat, bukankah ini jauh lebih menantang dari absurditas Albert Camus? Aku tidak harus mendorong batu dan hidup di penjara yang sama! Aku hanya perlu keberanian untuk menjalani kehidupan yang sama sekali berbeda. Kalaupun harus jatuh, itu harus disebabkan serangan yang lain dan terjadi di tempat yang berbeda.


Untungnya, tidak ada Albert Camus di sini. Dan memang lebih menyenangkan ngobrol dengan teman-teman dekat tanpa jargon dan motivasi, tapi efektif mengalihkan kekalutan di kepala. Ya, sekadar mengalihkan – karena permainan jatuh-bangkit-jatuh belum akan tamat. Tapi setidaknya, pengalihan itu memberi tambahan energi ketika aku lelah atau berusaha mencari opsi lain. Tanpanya, efek absurditas hidup akan menghajar pikiran dan fisik secara bersamaan – dan inilah yang selalu kuhindari, ini juga menjadi bukti bahwa kutukan repetitif tidaklah membahagiakan.


Sepanjang 2021, aku memang berusaha keluar dari permainan terkutuk ini. Hanya saja, aku terlambat menyadari bahwa, aku tidak benar-benar punya imajinasi tentang cara mengakhirinya: membuat sayap seperti Ikarus lalu terbang meninggalkan labirin Minotaur atau secara sadar menghancurkan situasi ini seperti Thor merelakan Asgard. Akibatnya ada begitu banyak hari yang hanya berujung pengulangan. Tapi sisi baiknya, paling tidak aku masih sempat memikirkan ini di penghujung tahun.


2021 sebentar lagi akan lenyap. Aku tidak tahu apakah pergantian kalender akan menjadi episode terakhir untuk permainan menyebalkan ini. Aku hanya akan berusaha untuk tidak mendorong batu dan terpenjara di tempat yang sama. Tahun depan, aku akan memainkan peran yang berbeda dan menyusun pemberontakan hidup yang lebih banal dari sebelumnya!


Ah taik, rencana lagi!


***


Ok, cukup sampai di sini. Setidaknya aku berhasil menyelesaikan keinginan otak yang muncul secara spontan. Jadi, aku perlu satu hadiah lagi untuk diriku sendiri, karena berhasil merampungkan hal-hal yang sudah lama tidak kulakukan. Entah apa hadiahnya. Aku tidak akan menyusun rencana kali ini.


Hey, ini juga rencana untuk tidak rencana!


Dahlah!


Cheers!


***


Ilustrasi: https://id.scribd.com/article/472036594/The-Myth-Of-Sisyphus

You Might Also Like

0 comments