Ode buat Adek-Adek JKT48

August 12, 2023



Setahun lalu, aku pernah tanya ke seorang teman baik di Manado yang masuk kategori maniak K-Pop, sebut aja namanya Brama, “Apa sensasi yang kamu rasa waktu liat cewek-cewek K-Pop nyanyi sambil joget-joget?”

Dia jawab singkat, “Seneng aja.”
 
Waktu itu aku cuma bisa ketawa, sambil bayangin absurditas yang lain, “Gimana ceritanya anak yang lama tenggelam dalam hasutan musik-musik metal bisa hidup bahagia dengan tarian dan lirik yang bahasanya nyaris enggak dipahami, tanpa browsing translasi?”
 
Brama memang bukan orang yang retoris. Dia, mungkin, juga enggak berniat jadi agitator K-Pop. Jadi, aktivitasnya nonton video joget-joget, juga reality show selebriti yang bahkan sudah enggak aku inget lagi nama dan siapa aja orangnya, sama sekali enggak mempengaruhi persepsiku tentang absurditasnya.
 
Malahan, aku tambahin pertanyaan tolol, “Enggak sange bro?”
 
“Enggak, lah!” kata dia.
 
Hari itu, aku memang enggak dapet jawaban memuaskan – ya, mungkin karena niatku cuma setengah ngeledekin Brama.
 
Tapi percakapan dengan Brama hari itu menjadi penanda penting buatku, hari ini...
 
***
 
“Kamu hanya butuh satu hari sial,” – Joker.
 
Aku enggak inget kapan tepatnya hari yang ‘Ngubah hidupku’ – dikasih kutip satu supaya enggak nyebut hari sial. Tapi ada satu hari, waktu reels Instagram nyodorin video cewek joget lentur, terus goyangin badan dari bagian dada sampe jongkok. Gerakannya kayak orang enggak punya tulang. Elastis sekali. Dia enggak nyanyi, tapi di latar musik ada minus one yang gantiin vokalis buat nyanyiin “Money, droppin all my money”. Jujur, videonya seksi sekali.
 
Abis itu aku baca komentar, terus tahu namanya Lisa, personil BlackPink. Rasa penasaran itu yang bikin aku tahu BlackPink, semua nama personilnya, lagu-lagunya, liriknya, nonton video-video dokumenternya, sampe nonton video reality shownya.
 
Di sini, aku tahu satu hal. Bukan cuma penyesalan yang datang di belakang, tapi ada juga yang namanya adiksi.
 
Tapi, buat spoiler, aku sama sekali enggak menyesal.
 
***
 
Dua bulan belakangan, hampir setiap hari aku chatingan sama Brama. Sekarang, topiknya JKT48. Tiap hari kami sharing video-video oshi yang enggak pernah tunggal. Ya, sambil obrolin betapa cakepnya mereka.
 
Aku enggak tahu gimana ketertarikan Brama sama JKT48. Tapi, aku punya cerita sendiri...
 
Waktu generasi pertama JKT48 terbentuk, barangkali aku sudah selesai kuliah, atau paling enggak di masa-masa urus skripsi. Aku tahu lagu mereka Heavy Rotation. Aku tahu mereka jadi bintang iklan Pocari Sweat. Tapi waktu itu, di rentang 2012-2013, aku enggak punya banyak kesempatan buat lihat atau dengar JKT48. Karena, di masa yang berdekatan, reklamasi pantai di Manado lebih jelas, dan lebih penting untuk disebarkan. Lebih penting untuk dilawan.
 
Biar begitu, JKT48 enggak pernah bener-bener asing di telingaku, walaupun enggak pernah juga akrab. Tapi mereka tetep dapet ruang di memori otakku, karena greakkan dan ekspresi mereka – terutama di Heavy Rotation – yang nuansanya kerasa ceria dan positif. Enggak tahu kenapa, aku selalu suka dua hal itu.
 
Singkat cerita, lagi-lagi dari reels instagram, aku liat cewek lucu, ngobrol random tapi masuk di kepalaku. Namanya Azizi. Sekarang aku tahu, dia dipanggil Zee. Sekarang aku tahu dia dari generasi 7 Jkt48. Sekarang aku tahu dia center di lagu Flying High. Sekarang aku tahu dia enggak suka makan kulit ayam. Sekarang aku tahu, dia makan nasi padang pake sendok. Sekarang aku tahu... ah, taik, udahlah!
 
Oke, sampe di sini, tukang suntik candunya adalah Azizi atau Zee.
 
Lagi-lagi, rasa penasaran nenggelemin aku. Dari Zee, bener-bener cuma Zee, sekarang aku hafal 29 member utama (di luar 13 anggota trainee). Kalau aku bilang hafal, itu artinya bukan cuma hafal mukanya, tapi juga suara – bahkan waktu mereka ditopengin.
 
JKT48 Operational Team (JOT) memang punya banyak program supaya orang-orang bisa kenal lebih dekat dengan member JKT48. Kalau dulu cara pengenalan itu cuma dari show di teater JKT48, sekarang Youtbe jadi teater lainnya. Liat aja dah playlistnya!
 
Dari situ, penggemar, seturut konsep AKB48, benar-benar semakin bisa “bertumbuh dan berkembang bersama idolanya”.
 
Dari sisi musikalitas, JKT48 itu bener-bener nakal. Mereka mainin musik arabik di lagu “Benang Sari, Putik dan Kupu-Kupu Malam”, ska di aransemen terbaru “Only Today”, serta “Green Flash” dan “Mari Menjadi Pohon Sakura” yang nuansanya kental dengan notasi-notasi X-Japan.
 
Lagu yang aku bilang terakhir, kayaknya udah aku repeat ratusan kali karena begitu bagusnya.
 
Di luar genre tadi, juga pop (yang paling canggih coba dengar “Flying High”), agaknya lagu-lagu JKT48 lebih didominasi rock. Liriknya macem-macem. Di nuansa gembira, kamu bisa dengar lirik yang patah arang macam  “Seventeen”, yang mungkin paling popular di tiktok hari ini. Ada juga optimisme dalam “River”, yang ngajak pendengarnya untuk berani nerabas deras arus sungai atau rintangan hidup.
 
Variasi-variasi itu, barangkali, jadi salah satu faktor yang bikin JKT48 bertahan sampe sekarang – kita tahu di era 2010an ada banyak girl group dan boy group yang muncul di Indonesia yang umurnya enggak sepanjang durasi kabinet mars slankers: “Kerja, Kerja, Kerja”.
 
Regenerasi dan rutinitas teater show juga jadi keunggulan JKT48 dibanding grup vokal lainnya di Indonesia. Ini semacam tradisi klasik di tim sepak bola: pemain bisa pergi, tapi klub selalu lebih besar (kecuali Lionel Messi – di manapun dia main).
 
Ya, JKT48 mirip klub sepak bola. Mereka punya owner, manajer, pelatih, staff, pencari bakat, tim utama, tim muda, dan lain sebagainya. Dan yang enggak kalah penting: pendukung fanatik. Tanpa itu semua, JKT48 hanya akan bernasib serupa dengan grup musik sezamannya. 
 
***
 
Belakangan, aku bertanya pada diri sendiri, “Apa sensasi waktu liat cewek-cewek – sebagian di antara mereka bocil – nyanyi sambil joget-joget. Sange?”
 
“MATAMU!!!” jawabku pada diriku sendiri.
 
***
 
Sampai tulisan ini dibuat, aku dan Brama hampir setiap hari berbagi info tentang JKT48.

*

Sumber Foro: PramborsFM

You Might Also Like

0 comments